DISLEKSIA (KESULITAN MEMBACA & MENULIS) PADA ANAK - ANAK
ARTIKEL
Disusun sebagai Salah
Satu Syarat
untuk Kelulusan Mata Kuliah Psikologi Perkembangan
Oleh :
Nurul Harfiahningsih
1101015060
PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
2012
DISLEKSIA
PADA ANAK-ANAK
Disleksia terdiri dari dua perkataan Yunani yaitu "DYN" bermakna susah, dan
"LEXIA" bermakna tulisan. Disleksia bukannya suatu penyakit, tetapi merupakan salah satu gangguan dalam pembelajaran
yang biasanya di alami oleh anak-anak. Lebih tepatnya, masalah pembelajaran
yang dihadapi adalah seperti membaca,
menulis, mengeja, dan kemahiran mengira. Oleh itu disleksia mengarah kepada mereka yang
menghadapi masalah-masalah membaca dan menulis walaupun mempunyai daya pemikiran
yang normal.
Pada tahun 1891
Jules Dejerine, seorang dokter ahli bedah dan patologi klinis,
menyajikan data autopsi tentang individu
yang mengalami luka penyempitan pembuluh otak dan belahan otak kiri, dan ia mengistilahkan ketidak mampuan/kesulitan membaca
(reading disabilities).
Disleksia adalah gangguan akan ketidakmampuan membaca,
yaitu ketidakmampuan membaca anak berada di
bawah kemampuan seharusnya,
dengan mempertimbangkan tingkat inteligensi,
usia, dan pendidikannya.
Gangguan ini bukan bentuk dari ketidakmampuan fisik,
seperti masalah penglihatan,
tetapi mengarah pada bagaimana otak mengolah dan memproses.
Setelah anak memasuki dunia sekolah untuk beberapa
waktu.
Disleksia menurut para ahli :
Menurut T. L. Harris dan R. E Hodges (Corsini,
1987:44,).Disleksia mengarah pada anak yang tidak dapat membaca sekalipun
penglihatan, pendengaran intelegensinya normal, dan keterampilan usia bahasanya
sesuai.
Bryan & Brayan
sebagaimana dikutip oleh Mercer (1987, 310-311).Disleksia
sebagai suatu bentuk kesulitan dalam mempelajari komponen-komponen kata dan
kalimat, yang secara historis menunjukkan perkembangan bahasa lambat dan hampir
selalu bermasalah dalam menulis.
Disleksia ditandai dengan adanya
kesulitan membaca pada anak maupun dewasa yang seharusnya menunjukkan kemampuan
dan motivasi untuk membaca secara fasih dan akurat.Angka kejadian di dunia
berkisar 5-17% pada anak usia sekolah. Disleksia adalah gangguan yang paling
sering terjadi pada masalah belajar.Kurang lebih 80% penderita gangguan belajar
mengalami disleksia.
Angka kejadian disleksia lebih tinggi pada anak laki-laki dibandingkan dengan
perempuan yaitu berkisar 2:1 sampai 5:1.
Faktor-Faktor Penyebab Gejala Disleksia
Disleksia disebabkan adanya masalah
di bagian otak, yang mengatur proses belajar. Faktor genetik atau keturunan
juga berperan. Misalnya, jika seorang ayah susah membaca atau mengalami
disleksia, bukan tidak mungkin si anak akan mengalami kesulitan serupa.
Meski belum ada yang dapat
memastikan penyebab disleksia ini, penelitian-penelitian menyimpulkan adanya 3
faktor penyebab, yaitu;
1. Faktor keturunan
Disleksia cenderung terdapat pada
keluarga yang mempunyai anggota kidal.Orang tua yang disleksia tidak secara
otomatis menurunkan gangguan ini kepada anak-anaknya, dan anak kidal juga bisa
jadi disleksia. Penelitian John Bradford (1999) di Amerika
menemukan indikasi, bahwa 80 persen dari seluruh subjek yang diteliti oleh
lembaganya mempunyai sejarah atau latar belakang anggota keluarga yang
mengalami learning disabilities, dan 60% di antaranya punya anggota keluarga
yang kidal.
2. Problem pendengaran sejak usia dini
Apabila dalam 5 tahun pertama,
seorang anak sering mengalami flu dan infeksi tenggorokan, maka kondisi ini
dapat mempengaruhi pendengaran dan perkembangannya dari waktu ke waktu hingga
dapat menyebabkan cacat. Kondisi ini hanya dapat dipastikan melalui pemeriksaan
intensif dan detail dari dokter ahli.Jika kesulitan pendengaran terjadi sejak
dini dan tidak terdeteksi, maka otak yang sedang berkembang akan sulit
menghubungkan bunyi atau suara yang didengarnya dengan huruf atau kata yang dilihatnya.
3. Faktor kombinasi
Ada pula kasus disleksia yang
disebabkan kombinasi dari 2 faktor di atas, yaitu problem pendengaran sejak
kecil dan faktor keturunan.Faktor kombinasi ini menyebabkan kondisi anak dengan
gangguan disleksia menjadi semakin serius, hingga perlu penanganan menyeluruh.Bisa
jadi, prosesnya berlangsung sampai anak tersebut dewasa.
Dengan perkembangan teknologi CT
Scan, bisa dilihat bahwa perkembangan sel-sel otak penderita disleksia berbeda
dari mereka yang nondisleksia. Perbedaan ini mempengaruhi pada perkembangan dan
fungsi-fungsi tertentu di bagian otak mereka, terutama otak bagian kiri depan
yang berhubungan dengan kemampuan membaca dan menulis.
Selain itu, terjadi perkembangan
yang tidak proporsional pada sistem magno-cellular di otak penderita
disleksia.Sistem ini berhubungan dengan kemampuan melihat benda bergerak.Akibatnya,
objek yang mereka lihat tampak berukuran lebih kecil. Kondisi ini menyebabkan
proses membaca jadi lebih sulit karena saat itu otak harus mengenali secara
cepat huruf-huruf dan sejumlah kata berbeda yang terlihat secara bersamaan oleh
mata.
Ciri-Ciri Anak Disleksia
Gangguan disleksia biasanya baru bisa
terdeteksi setelah anak memasuki dunia sekolah untuk beberapa waktu, seperti
halnya anak yang baru memasuki sekolah TK, kemampuan membaca anak yang baru
memasuki TK tidak menjadi tuntutan untuk di haruskan bisa membaca. Oleh sebab
itu, gejala disleksiasangat sulit diketahui sejak usia dini. Adapun cirri –
cirri anak disleksia diantaranya ;
1. Tidak
dapat mengucapkan irama kata-kata secara benar dan proporsional.
2. Kesulitan dalam mengurutkan
huruf-huruf dalam kata. Misalnya kata "saya" urutan hurufnya adalah s
¬ a ¬ y ¬ a.
3. Sulit menyuarakan fonem (satuan
bunyi) dan memadukannya menjadi sebuah kata.
4. Sulit mengeja secara benar.
Bahkan bisa jadi anak tersebut akan mengeja satu kata dengan bermacam ucapan.
Walaupun kata tersebut berada di halaman buku yang sama.
5. Sulit mengeja kata atau suku
kata dengan benar. Bisa terjadi anak dengan gangguan ini akan terbalik-balik
membunyikan huruf, atau suku kata. Anak bingung menghadapi huruf yang mempunyai
kemiripan bentuk, seperti d - b, u - n, m - n. Ia juga tidak dapat membedakan
huruf yang memiliki kemiripan bunyi, seperti v, f, th.
6. Membaca
suatu kata dengan benar di satu halaman, tapi keliru di halaman lainnya, dan
lupa meletakkan titik dan tanda-tanda seperti koma, tanda seru, tandatanya, dan
tanda baca lainnya.
7. Bermasalah
ketika harus memahami apa yang harus dibaca. Ia mungkin bisa membaca dengan
benar, tapi tidak mengerti apa yang dibacanya.
8. Sering terbalik-balik
dalam menuliskan atau mengucapkan kata, misalnya "hal" menjadi
"lah" atau "Kucing duduk di atas kursi" menjadi "Kursi
duduk di atas kucing." Lupa mencantumkan huruf besar atau mencantumkannya
pada tempat yang salah.
9. Keliru
terhadap kata-kata yang singkat. Misalnya, ke, dari, dan, jadi.Serta, bingung
menentukan harus menggunakan tangan yang mana untuk menulis.
10. Menulis huruf dan angka dengan
hasil yang kurang baik.Serta,terdapat jarak pada huruf-huruf dalam rangkaian
kata.Anak dengan gangguan ini biasanya menulis dengan tidak stabil, tulisannya
kadang naik dan kadang turun.
Anak baru
bisa didiagnosis disleksia atau tidak saat anak di usia SD, yaitu sekitar7-8
tahun. Karena di usia balita seorang anak belum ditargetkan untuk bisamembaca.
Mengatasi Anak yang Mengalami
Disleksia
Pada dasarnya ada berbagai variasi
tipe disleksia.Penemuan para ahli memperlihatkan bahwa perbedaan variasi itu
begitu nyata,hingga tidak ada satu kriteria yang betul-betul cocok semuanya
terhadap ciri-ciri seorang anak disleksia.Misalnya, ada anak disleksia yang
bermasalah dengan kemampuan mengingat jangka pendeknya, sebaliknya ada pula
yang ingatannya justru baik sekali.Lalu, ada yang punya kemampuan matematis yang
baik, tapi ada pula yang tidak.Untuk itulah bantuan ahli (psikolog) sangat
diperlukan untuk menemukan pemecahan yang tepat.
Sebagai gambaran, para ahli
menemukan cara-cara dengan menggunakan berbagai metode berikut:
1. Metode multi-sensory
Dengan metode yang terintegrasi, disini
anak akan diajarkan mengeja tidak hanya berdasarkan apa yang didengarnya lalu
diucapkan kembali, tapi juga memanfaatkan kemampuan memori visual (penglihatan)
serta taktil (sentuhan). Dalam prakteknya, mereka diminta menuliskan
huruf-huruf di udara dan di lantai, membentuk huruf dengan lilin (plastisin),
atau dengan menuliskannya besar-besar di lembaran kertas.Cara ini dilakukan
untuk memungkinkan terjadinya asosiasi antara pendengaran, penglihatan dan
sentuhan.Sehingga mempermudah otak bekerja dengan mengingat kembali
huruf-huruf.
2. Membangun rasa percaya diri
Gangguan disleksia pada anak-anak
sering tidak dipahami dan diketahui dalam lingkungannya, termasuk orang tuanya
sendiri. Akibatnya, mereka cenderung dianggap bodoh dan lamban dalam belajar
karena tidak bisa membaca dan menulis dengan benar, seperti kebanyakan
anak-anak lain. Oleh karena itu, mereka sering dilecehkan, diejek, atau pun
mendapatkan perlakuan negatif, sementara kesulitan itu bukan disebabkan
kemalasan.
Alangkah baiknya, jika orang tua dan
guru peka terhadap kesulitan anak. Dari situ dapat dilakukan deteksi dini untuk
mencari tahu faktor penghambat proses belajarnya. Setelah ditemukan, tentu bisa
diputuskan strategi yang efektif untuk mengatasinya. Mulai dari proses
pengenalan dan pemahaman yang sederhana, hingga permainan kata dan kalimat dalam
buku-buku cerita sederhana.
3. Terapi
Menurut Kevin, saat anak diketahui
mengalami gangguan disleksia, patut diberikan terapi sedini mungkin, seperti
terapi mengulang dengan penuh kesabaran dan ketekunan untuk membantu si anak
mengatasi kesulitannya. Anak-anak yang mengalami disleksia sering merasakan
tidak dapat melakukan atau menghasilkan yang terbaik seperti yang mereka
inginkan.
Oleh sebab itu, guru-guru di sekolah
seharusnya bisa melakukan beberapa cara untuk membantu anak-anak tersebut,
seperti menggunakan alat tulis berbagai warna untuk menulis kata yang penting,
memberikan waktu istirahat selama 10 menit dari setiap 20 menit belajar
membaca, memberikan waktu lebih saat menulis dan membaca.
Guru juga dapat memberikan soal atau
tulisan dengan ukuran huruf yang lebih besar agar terlihat jelas dan dapat
menarik penglihatan mereka. Intinya, anak-anak penderita disleksia perlu
diberikan kesempatan yang sama dengan anak-anak lainnya. Karena, mereka juga
memiliki potensi yang besar.Dan anak-anak itu butuh perhatian khusus.
Anak-anak tertentu, khususnya mereka
yang disleksia, tidak akan pernah mampu membaca dengan kecepatan tinggi dan
akan selalu mengalami kesulitan mengembangkan kemampuan mengeja yang sesuai usia.
Disleksia dipandang sebagai gangguan biologis yang dimanifestasikan dengan
kesulitan dalam belajar membaca dan mengeja walaupun diberi pengajaran
konvensional dan memiliki kecerdasan yang memadai (Snowling, 1987).
Tipe-Tipe Gejala Disleksia
Para peneliti menemukan gejala disleksia yang disebabkan oleh
kondisi dari biokimiaotak yang tidak stabil dan juga dalam
beberapa hal akibat bawaan keturunan dari orang tua.Diantaranya
Ada tipe disleksia bawaan sejak lahir, yaitu;
a.
Developmental
dyslexsia (bawaan sejak lahir)
Developmental dyslexsia, diderita
sepanjang hidup pasien dan biasanya bersifat genetik. Beberapa penelitian menyebutkan
bahwa penyakit ini berkaitan dengan disfungsi daerah abu-abu pada otak. Disfungsi tersebut berhubungan dengan perubahan
konektivitas di area fonologis (membaca). Beberapa tanda-tanda awal disleksia
bawaan adalah telat berbicara, artikulasi tidak jelas dan terbalik-balik,
kesulitan mempelajari bentuk dan bunyi huruf-huruf, bingung antara konsep ruang
dan waktu, serta kesulitan mencerna instruksi verbal, cepat, dan berurutan.
Pada usia sekolah, umumnya penderita
disleksia dapat mengalami kesulitan
menggabungkan huruf menjadi kata, kesulitan membaca, kesulitan memegang alat tulis
dengan baik, dan kesulitan dalam menerima.
Cara
Mengidentifikasi Gejala Disleksia
Identifikasi disleksia
mungkin sangat sulit dilakukan sebagai orang tua atau guru di kelas.Namun orang
tua dan guru bisa melihat beberapa tanda dan gejala disleksia, dan bisa mencari
pendapat dan evaluasi dari ahli professional atau terapis yang tepat.Perhatikan beberapa tanda berikut :
1. Kesulitan
menghubungkan arti suatu huruf dengan bunyinya
2. Terbalik
dengan huruf (dia jadi bia) atau kata (tik jadi kit)
3. Kesulitan
membaca dan mengeja kata tunggal
4. Kesulitan
mencatat huruf atau kata dari papan tulis atau buku
5. Kesulitan
mengerti apa yang mereka dengar (auditory)
6. Kesulitan
mengatur dan menulis tugas, material, dan waktu
7. Kesulitan
mengingat isi materi baru dan materi sejenisnya
8. Kesulitan
pada kemampuan motorik halus (misalnya memegang alat tulis, mengancing baju),
dan tidak terkoordinasi.
9. Masalah
perilaku atau tidak suka membaca
Jika seorang anak menunjukkan
sejumlah tanda-tanda disleksia, menyarankan anak tersebut kepada lembaga
pendidikan khusus atau ahli profesional yang terlatih dalam masalah disleksia,
untuk melakukan evaluasi menyeluruh. Setelah anak dievaluasi, hasilnya akan
menunjukkan dengan cara bagaimana anak bisa belajar paling baik. Ada anak yang
belajar lebih baik dengan cara visual (melihat), auditori (mendengarkan), dan
taktil (menyentuh/meraba).
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono. 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan bersama Rineka Cipta.
Rahayu Iin Tri,
tristiadi Ardi Ardani. 2004. Observasi dan Wawancara.
Malang: Bayumedia.
http://www.balita anda.com/balita. 395. DISLEKSIA.padaanak.
Abdurrahman, Mulyono. 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan bersama Rineka Cipta.
Rahayu Iin
Tri, tristiadi Ardi Ardani. 2004. Observasi dan Wawancara. Malang: Bayumedia.