04 Apr. 2013

Untukmu (Calon) Suamiku ..Imamku ..Ayah Dari Anak-anakku Kelak

Apakah nanti, setelah kita menikah, kau masih melihat pesonaku? Atau hanya menganggap segala sesuatu menjadi biasa? Seperti halnya, ketika aku bangun tengah malam untuk menyusui anak kita, apakah kau akan terbangun bersamaku? Atau, setidaknya apakah kau akan memujiku lewat hatimu: betapa mulianya istriku? Atau, ketika aku bersabar menghadapi tangis anak kita, apakah kau akan memujiku: betapa sabarnya istriku? Lagi, ketika aku tak tertidur sedetik pun saat menunggui anak kita yang sedang sakit, apakah kau akan bergumam: betapa besarnya pengorbanan istriku?
Apakah itu masih akan ada, ketika sudah bertahun-tahun mengarungi rumah tangga? Apakah kau masih akan mengingatkanku untuk beribadah, seperti ketika sebelum kita menikah? Apa kau bersedia mengimamiku di setiap sujud kita? Apa kau masih bersedia melirik wajahku yang mulai menua?
Apa ketika nanti aku sudah memasak bertahun-tahun untukmu, kau menganggap itu biasa-biasa saja? Dan, saat aku masak dengan lezat kau hanya diam dan menghabiskannya. Lalu, ketika rasa lezat sedikit meleset karena aku lelah, kau malah memarahiku?
Aku tetap akan merawat anak-anak kita yang kian tumbuh bersama menuanya usia kita. Apa nanti kesetiaanku takkan terbaca olehmu? Lalu, saat kau tiada di rumah, saat aku menantimu begitu lama, menunggumu hingga anak kita terlelap, lalu aku tertidur di meja makan karena berharap bisa makan malam bersamamu, apakah kau tak ingin segera pulang lebih cepat? Apa nanti kau tidak mau lagi menggenggam tanganku, seperti yang ketika dulu kau lakukan sebelum kita menikah?
Apa memang semua hal yang luar biasa sebelum menikah, ketika kita masih pacaran, menjadi biasa-biasa saja setelah menikah? Apa ini yang dinamakan jodoh? Aku juga ingin cintaku seperti pasangan yang lainnya. Aku juga butuh perhatianmu kelak, wahai calon suamiku. Aku juga butuh sanjunganmu, serta kekaguman yang kau sembunyikan, yang dari binar matamu aku bisa tahu. Tapi, apakah dengan pacaran, lalu kita menikah, kau akan bersedia melakukan itu?
Aku tak memintamu merawat anakku. Aku takkan memintamu terbangun ketika anak kita menangis di malam hari. Aku takkan memintamu menunggunya ketika ia sakit. Aku tidak akan memintamu menyapu rumah, mengepel lantai, mencuci pakaian, menjemurnya, dan menyetrikanya. Aku takkan memintamu mencuci piring, menyiram bunga, juga memasak. Aku hanya berharap, segala sesuatu yang kau lihat dari diriku, membuat kau ingat, aku begini karena ingin menunaikan ikrar sebagai istrimu kelak.
Namun, aku dilema. Aku begitu takut caraku mendapatkan dirimu salah. Karena, pacaran adalah sesuatu yang telah membuat segala sesuatu menjadi nista, serta hambar di bahtera rumah tangga. Aku ingin kita membangun cinta setelah menikah. Bukan jatuh cinta lalu menikah. Dengan begitu, kau pasti akan menyimpan kagum, perhatianmu akan terus bertambah saat melihatku yang kian hari kian setia, lalu kau takkan henti memuji asma-Nya. Kau pasti akan terus bersyukur atas rahmat dan karunia yang Allah berikan kepadaku untuk menjalani hidup bersamamu dan anak-anak kita.
Wahai, calon suamiku. Jagalah dirimu. Seperti aku menjaga diriku di sini. Jagalah pandanganmu. Seperti aku menjaga pandanganku di sini. Jaga hatimu, seperti aku menjaga hatiku di sini. Perbaiki terus agamamu seperti yang juga aku lakukan di sini. Dengarlah, wahai calon suamiku, pacaran hanya akan membuat rumah tangga kita nanti menjadi hambar. Apalagi ketika dosa-dosa serta cinta masalalu terbongkar. Sebut aku dalam doa, kusebut kau jua. Allah pasti akan menyatukan hati yang mencintai-Nya. Aamiin..

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking